(Berinteraksi dengan Al-Qur’an)
Adab-adab seorang Muslim terhadap
Al-Qur’an :
1.a. ADAB I : Membacanya dan memiliki Tilawah Yaumiyah
Tilawatul Qur’an merupakan aktivitas ibadah yang
sangat baik untuk memberi kedamaian dan ketenangan hati. Dengan memiliki
tilawah harian yang rutin, baik dan stabil, maka akan membuat shahihul
ibadah pada diri seseorang dan dimilikinya mutsaqqaful fikr.
Ibadah yang baik tidak hanya pada aspek
kuantitatifnya, tapi keistiqamahan atau konsistensi seseorang melakukannya,
meskipun sedikit.
“Beramal, berbuatlah semampu kalian! Sesungguhnya Allah tidak bosan
sampai kalian sendiri yang bosan. Dan sesungguhnya amal perbuatan yang paling
disukai Allah adalah amal perbuatan yang terus menerus walaupun sedikit” (HR.
Bukhari dan Muslim)
1.a.i. Fadhail Membaca Al-Qur’an
Abu Umamah ra. berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw.
bersabda: Bacalah Qur’an karena ia akan datang pada hari qiamat pembela pada
orang yang mempelajari dan menta’atinya. (Muslim)
Usman bin Affan ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sebaik-baik
kamu yaitu orang yang mempelajari Qur’an dan mengajarkannya. (Bukhari)
Aisyah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Orang yang mahir
dalam membaca Qur’an akan berkumpul dengan para Malaikat yang mulia-mulia
ta’at. Sedang orang yang megap-megap dan berat jika membaca Qur’an, mendapat
pahala lipat dua kali. (Bukhari, Muslim)
Allah telah menghargai kerajinan dan
kesungguhan orang yang bersungguh-sungguh untuk dapat membaca, karena itu
diberinya pahala berlipat.
Abu Musa Al-Asy’ary ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda:
Perumpamaan orang mu’min yang membaca Qur’an bagaikan buah limau (jeruk) baunya
harum dan rasanya lezat. Dan perumpamaan orang mu’min yang tidak dapat membaca
Qur’an bagaikan kurma, rasanya lezat tetapi tidak berbau. Dan perumpamaan orang
munafik yang membaca Qur’an bagaikan bunga, berbau harum tetapi rasanya pahit,
dan perumpamaan orang munafiq yang tidak membaca Qur’an bagaikan buah handhol
tidak berbau dan rasanya pahit. (Bukhari, Muslim)
Umar bin Alkhotthob ra. berkata: Bersabda Nabi saw.: Sesungguhnya
Allah akan mengangkat derajat beberapa kaum dengan kitab Qur’an dan akan
merendahkan kaum lain dengannya juga. (Muslim)
Kaum yang mengikuti dan mempercayai
ajaran-ajarannya akan diangkat tingkat derajatnya, sebaliknya yang mengabaikan
ajarannya akan dihinakan dan direndahkan-Nya.
Ibnu Mas’ud r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang
membaca satu huruf dari kitab Allah, maka mendapat hasanat dan tiap hasanat
mempunyai pahala berlipat sepuluh kali. Saya tidak berkata: Alif lam mim itu
satu huruf, tetapi Alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.
(Attirmidzi)
Ibnu Abbas ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya
seseorang yang di dalam dadanya tiada Qur’an, maka ia bagaikan rumah yang rusak
kosong. (Attirmidzi)
Mengenai pahala membaca Al Qur’an, Ali bin Abi Thalib mengatakan
bahwa, tiap-tiap orang yang membaca Al Qur’an dalam sembahyang, akan mendapat
pahala lima puluh kebajikan untuk tiap-tiap huruf yang diucapkannya, membaca Al
Qur’an di luar sembahyang dengan berwudhu’, pahalanya dua puluh lima kebajikan
bagi tiap-tiap huruf yang diucapkannya dan membaca Al Qur’an di luar sembahyang
dengan tidak berwudhu’, pahalanya sepuluh kebajikan bagi tiap-tiap huruf yang
diucapkannya.
Al-Qur’an adalah salah satu rahmat yang tak ada taranya bagi alam
semesta.
Setiap orang yang mempercayai Al Qur’an akan cinta kepadanya, cinta
untuk membacanya, cinta untuk mempelajari dan memahaminya serta pula untuk
mengamalkan dan mengajarkannya sampai merata rahmatnya dirasa oleh penghuni
alam semesta.
Membaca Al Qur’an (saja) sudah termasuk
amal yang sangat mulia. Al Qur’an adalah sebaik-baik bacaan (baik dikala senang
ataupun susah) dan membaca Al Qur’an juga dapat menjadi obat dan penawar
kegelisahan.
Pada suatu ketika datanglah seseorang
kepada sahabat Rasulullag yang bernama Ibnu Mas’ud r.a. meminta nasehat,
katanya: “Wahai Ibnu Mas’ud, berilah nasehat yang dapat kujadikan obat bagi
jiwaku yang sedang gelisah. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram,
jiwaku gelisah dan fikiranku kusut; makan tidak enak, tidur tak nyenyak.”
Maka Ibnu Mas’ud menasehatinya, katanya: “Kalau penyakit itu yang
menimpa-mu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ke tempat orang
membaca Al Qur’an, engkau baca Al Qur’an atau engkau dengar baik-baik orang
yang membacanya; atau engkau pergi ke Majlis Pengajian yang mengingatkan hati
kepada Allah; atau engkau cari waktu dan tempat yang sunyi, di sana engkau
berkhalwat menyembah Allah, umpama di waktu tengah malam buta, di saat orang
sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam, meminta dan
memohon kepada Allah ketenangan jiwa, ketentraman fikiran dan kemurnian hati.
Seandainya jiwamu belum juga terobat dengan cara ini, engkau minta kepada
Allah, agar diberi-Nya hati yang lain, sebab hati yang kamu pakai itu, bukan
lagi hatimu.”
Setelah orang itu kembali ke rumahnya, diamalkannya nasihat Ibnu Mas’ud
ra. itu. Dia pergi mengambil wudhu kemudian diambilnya Al Qur’an, terus dia baca
dengan hati yang khusyu’. Setelah membaca Al Qur’an, berobahlah kembali
jiwanya, menjadi jiwa yang aman dan tenteram, fikirannya tenang, kegelisahannya
hilang sama sekali.
·
Sunnat Berkumpul Untuk Mempelajari
Qur’an
Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Dan apabila
berkumpul suatu kaum dalam majlis untuk membaca kitab Allah dan mempelajari,
maka pasti turun pada mereka ketenangan dan diliputi oleh rahmat dan dikerumuni
oleh Malaikat dan diingati oleh Allah di depan para Malaikat yang ada pada-Nya.
(Muslim)
Membaca Al Qur’an, baik mengetahui artinya ataupun tidak, adalah
termasuk ibadah, amal shaleh dan memberi rahmat serta manfaat bagi yang
melakukannya; memberi cahaya ke dalam hati yang membacanya sehingga terang
benderang, juga memberi cahaya kepada keluarga rumah tangga tempat Al Qur’an
itu dibaca.
·
Membaca Al Qur’an Sampai Khatam
Bagi seorang Mu’min, membaca Al Qur’an
telah menjadi kecintaannya.
Tiada suatu kebahagiaan di dalam hati
seseorang Mu’min melainkan bila dia dapat membaca Al Qur’an sampai khatam. Bila
sudah khatam, itulah puncak dari segala kebahagiaan hatinya.
Dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin, Imam
Al Ghazali menggambarkan bagaimana para sahabat, dengan keimanan dan keikhlasan
hati, berlomba-lomba membaca Al Qur’an sampai khatam.
1.a.ii. Adab membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai Kalamullah, mempunyai adab-adab tersendiri bagi
orang-orang yang membacanya. Adab-adab itu sudah diatur dengan sangat
baik, untuk penghor-matan dan keagungan Al Qur’an.
Diantara adab-adab membaca Al Qur’an yang
terpenting ialah :
1.
Disunatkan membaca Al Qur’an sesudah berwudhu, dalam keadaan suci
2.
Disunatkan membaca Al Qur’an di tempat yang bersih. Tetapi yang
paling utama ialah di mesjid
3.
Disunatkan membaca Al Qur’an menghadap ke qiblat
4.
Sebelum membaca Al-Qur’an, disunatkan membaca ta’awwudz (QS. An Nahl 16:98)
5.
Disunatkan membaca Al-Qur’an dengan tartil (QS. Al Muzzammil
73:4)
6.
Disunatkan membacanya dengan penuh perhatian dan pemikiran tentang
ayat-ayat yang dibacanya itu dan maksudnya (QS. An Nisaa’ 4:82)
7.
Sedapat-dapatnya membaca Al Qur’an janganlah diputuskan hanya karena
hendak berbicara dengan orang lain. Hendaknya pembacaan diteruskan sampai ke
batas yang telah ditentukan, barulah disudahi
Imam Al Ghazali telah memperinci dengan
sejelas-jelasnya bagaimana adab-adab membaca Al Qur’an itu. Malahan Imam Al
Ghazali telah membagi adab-adab membaca Al Qur’an menjadi adab yang mengenal batin,
dan adab yang mengenal lahir. Adab yang mengenal batin itu, diperinci
lagi menjadi arti memahami asal kalimat, cara hati membesarkan kalimat Allah,
menghadirkan hati di kala membaca sampai ke tingkat memperluas, memperhalus
perasaan dan membersihkan jiwa. Dengan demikian kandungan Al Qur’an yang dibaca
dengan perantaraan lidah, dapat bersemi dalam jiwa dan meresap ke dalam hati
sanubarinya. Kesemuanya ini adalah adab yang berhubungan dengan batin, yaitu
dengan hati dan jiwa.
·
Mendengar Bacaan Al Qur’an
“Dan apabila dibacakan Al Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan
perhati-kanlah dengan tenang, agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al A’raaf 7:204)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, hanyalah mereka yang
apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada
Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. Al Anfaal 8:2)
Mendengar bacaan Al Qur’an dengan baik, dapat menghibur perasaan
sedih, menenangkan jiwa yang gelisah dan melunakkan hati yang keras, serta
mendatangkan petunjuk.
Demikian besar mu’jizat Al Qur’an sebagai wahyu Ilahi, yang tak
bosan-bosan orang membaca dan mendengarkannya, semakin terpikat hatinya kepada
Al Qur’an itu.
1.a.iii. Kiat Praktis Tilawah Yaumiyah
Pembagian wirid Al-Qur’an sebagaimana dilakukan oleh generasi salaf
:
- Waktu tercepat mengkhatamkan Al-Qur’an adalah tiga hari. Para ulama menganggap makruh apabila seseorang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu kurang dari tiga hari.
- Batas pertengahan, jika memungkinkan hendaklah seorang da’i mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu satu pekan.
- Seandainya tidak mampu mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu satu pekan karena banyaknya aktifitas yang harus diselesaikan, hendaklah membacanya sesuai dengan kemampuan. Dengan catatan jangan biarkan satu haripun berlalu tanpa membaca Al-Qur’an.
Kebiasaan
sahabat “yang paling malas” adalah menghatamkan Al-Qur’an setiap sebulan sekali
– yang berarti membaca Al-Qur’an setiap hari satu juz. Hal ini sebenarnya mudah
kita lakukan jika kita memiliki motivasinya : cukup sediakan waktu untuk
tilawah Al-Qur’an 2 lembar setiap sehabis shalat fardhu. Maka sehari kita telah
membaca 10 lembar yang berarti satu juz.
1.b. ADAB II : Mempelajarinya
1.b.i. Urgensi tadabbur Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk tidak hanya wajib dibaca tapi
diikuti isinya. Maka, mengetahui isi dan menggali makna ayat-ayat Al-Qur’an
menjadi kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim. Saat ini sudah banyak beredar terjemahan tafsir
Al-Qur’an dengan bahasa Indonesia. Ada pula tafsir AL-Qur’an karya ulama
Indonesia. Seorang muslim harus senantiasa melakukan pendalaman terhadap
Al-Qur’an sehingga ia memiliki bashirah dalam memandang berbagai
masalah.
1.b.ii. Amalan dalam tadabbur Al-Qur’an
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu, hanyalah mereka yang
apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada
Tuhanlah mereka bertawakal.” (Al Anfaal 8:2)
1.
Mutakallim (Mengagungkan
Allah)
Seorang pembaca harus menghadirkan dihatinya keagungan Allah dan
mengetahui bahwa apa yang dibacanya bukanlah pembicaraan manusia dan membaca
kalam Allah sangat penting.
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.”
(al-Waqi’ah:79)
2.
Kehadiran hati dan meninggalkan
bisikan jiwa
“Wahai Yahya, ambillah al-Kitab dengan
kekuatan.” (Maryam:12)
Yakni dengan serius dan sungguh-sungguh yaitu dengan berkonsentrasi
penuh dalam membacanya, dan mengarahkan perhatian hanya kepadanya.
3.
Tadabbur
Tujuan membaca adalah tadabbur, oleh karena itu disunnahkan
membaca dengan tartil sedab di dalam tartil secara zhahir
memungkinkan tadabbur.
Jika tidak bisa melakukan tadabbur kecuali dengan
mengulang-ulang (bacaan) maka hendaklah ia melakukannya kecuali di belakang
imam.
4.
Tafahhum (memahami
secara mendalam)
Yaitu mencari kejelasan dari setiap ayat secara tepat, karena
al-Qur’an meliputi berbagai masalah tentang sifat-sifat Allah,
perbuatan-perbuatan-Nya, ihwal para Nabi, ihwal para pendusta dan bagaimana
mereka dihancurkan, perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, sorga dan
neraka.
5.
Meninggalkan hal-hal yang dapat
menghalangi pemahaman :
1.
Taqlid kepada madzhab tertentu saja
2.
Berterus menerus dalam dosa
3.
Berpegang pada tafsir zhahir saja dan meyakini tidak ada makna lain
bagi kalimat-kalimat al-Qur’an
6. Takhshish (menyadari bahwa dirinya merupakan sasaran yang dituju oleh setiap
nash)
Jika mendengar suatu perintah atau larangan maka ia memahami bahwa
perintah atau larangan itu ditujukan kepada dirinya.
7.
Ta’atstsur (mengimbas ke
dalam hati)
Hatinya terimbas dengan berbagai imbasan yang berbeda sesuai dengan
beragamnya ayat yang dihayatinya – rasa sedih, takut, harap dsb.
8.
Taraqqi (meningkatkan
penghayatan sampai ke tingkat mendengarkan kalam dari Allah bukan dari
dirinya sendiri)
9. Tabarriy (melepaskan diri dari daya dan kekuatannya)
Apabila membaca ayat-ayat janji dan sanjungan kepada orang-orang
shalih maka ia tidak menyaksikan dirinya pada hal tersebut, tetapi menyaksikan
orang-orang shiddiqin berada di dalamnya kemudian ia merindukan untuk
disusulkan Allah kepada mereka. Apabila membaca ayat-ayat kecaman dan celaan
kepada orang-orang yang bermaksiat dan orang-orang yang lali, ia menyaksikan
dirinya berada di sana dan merasakan bahwa dirinyalah yang dimaksudkan oleh
ayat-ayat tersebut.
1.c. ADAB III : Mengamalkannya
Bila setiap kali membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang diawali dengan
seruan yang simpatik, “Hai orang-orang beriman!”, maka hendaknya seorang muslim
betul-betul memperhatikan apa yang disebutkan setelah seruan ini untuk kemudian
diaplikasikan seraya mengatakan, “Kami mendengar dan kami taat, kami mengharap
ampunan-Mu ya Allah, kepada-Mu lah kami akan kembali”.
Mengamalkan Al-Qur’an didasari mentalitas
jiddiyyah (kesungguhan)
Jiddiyyah adalah lawan dari main-main, menyepelekan, lemah dan santai.
Jiddiyyah adalah pelaksanaan perintah syariat dan dakwah secara langsung
disertai dengan ketekunan dan kegigihan, mengeluarkan segala kemampuan maksimal
untuk mensukseskannya dan mengatasi segala hambatan dan rintangan yang
menghadangnya.
Definisi ini meliputi lima syarat, yaitu
:
- Cepat dalam melaksanakan tugas
- Kuat dan teguh hati
- Tahan dan gigih
- Mengerahkan segala kemampuan
- Mengatasi rintangan
Generasi sahabat telah banyak memberikan keteladanan mengenai
mentalitas jiddiyyah dalam mengamalkan perintah ini.
1.c.i. Kecepatan melaksanakan tugas
Ketika Allah swt. menurunkan ayat, “Hai orang-orang yang
beriman! Sesungguhnya arak, judi, berhala dan
undian adalah kotor dari perbuatan syaitan. Oleh karena itu jauhilah dia supaya
kamu bahagia. Syaitan hanya bermaksud untuk mendatangkan permusuhan dan
kebencian di antara kamu sebab khamar dan judi, serta menghalang kamu daripada
ingat kepada Allah dan sembahyang. Apakah kamu tidak mau berhenti?”
(al-Ma’idah:90-91)
Ketika
ayat itu turun dan kabar itu dibawa oleh sahabat sementara mereka sedang minum,
saat itu juga mereka menghentikannya dan tunduk pada perintah Allah lalu
berkata, “Kami telah berhenti kami telah berhenti.”
Contoh lain
adalah sikap wanita Anshar ketika turun tentang ayat-ayat kerudung. Ketika itu
para suami pulang ke rumah untuk memberitahukan tentang ayat tersebut, “… dan
hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya”, mereka langsung merobek
pakaian mereka dan menjahitnya untuk dijadikan kain kerudung. Sehingga ketika
mereka melaksanakan shalat Shubuh, terlihat seakan ada yang aneh di atas kepala
mereka. Tidak seorang pun tertinggal dalam melaksanakan perintah itu.
1.c.ii. Kekuatan dan Keteguhan
Adalah Ja’far bin Abi Thalib ra. dalam perang Mu’tah. Ketika tangan
kanannya yang membawa bendera terpotong, ia pindahkan bendera itu ke tangan
kirinya. Musuh memotong tangan kirinya, lalu ia memeluk bendera itu dengan
kedua tangannya yang terputus. Dan bendera itu tetap kokoh berkibar hingga ia
syahid.
Ada pula sahabat yang
berjuang dengan berani dalam perang Hamra’ul Asad. Walaupun mereka
terluka dan baru kembali dari perang Uhud, namun mereka tidak merasa lemah
dengan apa yang menipa mereka dalam berjuang di jalan Allah. Mereka bangkit
dengan kekuatan dan kegigihan para pejuang dan tekad para pemuda untuk mengejar
orang-orang musyrik, meski mereka yang menderita luka ringan harus memikul
saudaranya yang terluka parah.
1.c.iii. Ketahanan dan Kegigihan
Para sahabat ra
terus mempertahankan kebenaran dengan kegigihan dan ketahanan, kepribadian dan
kesungguhan yang tinggi, mereka meninggalkan tanah, rumah, keluarga, anak dan
harta mereka. Mereka berjihad untuk mendapatkan nilai yang mahal dan murni dari
Allah SWT. Mereka menghadapi kesulitan dan rintangan hingga Allah swt
mengokohkan agama-Nya dan mengibarkan bendera Islam di setiap pelosok,
memperbesar kekuasaannya dan memperluas wibawanya di hadapan raja-raja zaman
itu.
1.c.iv. Mencurahkan Segenap Kemampuan
Yang dimaksud dengan kemampuan adalah jiwa, anak, harta, keluarga dan
apa saja yang dimiliki manusia.
Inilah Ash Shiddiq ra. yang datang dengan seluruh hartanya untuk
diinfaqkan dalam berjihad dan berkata, “Aku telah tinggalkan untuk mereka,
keluargaku, Allah dan rasul-Nya”.
Utsman ra mempersiapkan tentara yang sempurna dalam perang Tabuk.
Dan Mush’ab ra. meninggalkan seluruh kehidupan mewahnya. Ia ridha
dengan yang sedikit, bahkan dapat dikatakan ‘lebih sedikit dari yang sedikit’…
dan dia berhijrah. Ia adalah duta besar dakwah. Dia berjihad dan akhirnya
menemui Allah sebagai syahid, dalam keadaan yang membuat Rasulullah dan para
sahabat begitu trenyuh hingga menangis.
1.c.v. Mengatasi Rintangan
Ada sahabat bernama ‘Amru bin Al-Jamuh ra. Ia ingin berjihad, namun
dilarang oleh anak-anaknya karena ia pincang, namun ia tetap bersikeras. Maka
Rasulullah saw memberitahu tentang rukhshah untuknya. Sahabat itu
berkata, “Semoga aku masuk surga dengan kepincanganku.” Dan itulah yang
terjadi.
Itulah lima rukun jiddiyyah dalam
mengamalkan Al-Qur’an. Saat kita gagal menghadirkan kelima rukun jiddiyah
dalam usaha kita mengamalkan Al-Qur’an maka kita belum terlepas dari kewajiban
untuk mengamalkan Al-Qur’an tersebut.
1.d. ADAB IV : Menghafalkannya
1.d.i. Ahamiyah (urgensi) Hifzhul Qur’an
1.
Menjaga kemutawatiran Al-Qur’an
Sehingga Al-Qur’an teriwayatkan secara mutawatir dan tidak
mudah bahkan tidak mungkin diubah atau dipalsukan oleh tangan-tangan kotor,
sebagaimana kitab-kitab suci sebelumnya.
Para ulama menetapkan bahwa hifzhul Qur’an hukumnya Fardhu Kifayah.
(Kifayah artinya cukup. Masuk akalkah kaum muslimin di Indonesia,
misalnya, yang jumlahnya lebih dari 200 juta, namun yang hafal Al-Qur’an tidak
ada satu persen pun? Sehingga andaikata para penghafal Al-Qur’an yang ada
sekarang menangani pembinaan umat tertentu tidak akan memadai jumlahnya. Karena
itu, pelaksanaan fardhu kifayah dalam hifzhul Qur’an perlu digalakkan.
2.
Meningkatkan kualitas umat
Umat Islam telah dibekali Allah SWT, suatu mukjizat yang sangat
besar, yaitu Al-Qur’an. Tidak terangkat umat ini kecuali dengan Al-Qur’an (QS. 21:10)
3.
Menjaga terlaksananya sunnah-sunnah
Rasulullah SAW
Sebagian ibadah
yang dilakukan Rasulullah SAW., ada yang sangat terkait dengan hifzhul Qur’an
dalam pelaksanaannya. Hafalan yang terbatas pada surat-surat
pendek dalam juz 30 akan membatasi kita dalam mentauladani ibadah beliau secara
sempurna.
·
Shalat Jum’at yang ideal adalah yang
dilakukan dengan memendekkan khutbah dan memanjangkan shalat. Rasulullah SAW., selain membaca surat Al A’la dan Al
Ghasiyah, beliau sering juga membaca surat Al Jumu’ah dan Al Munafiqun
“Sesungguhnya panjang shalat seseorang dan pendek khutbahnya merupakan
tanda kefahaman diennya.” (HR. Muslim)
·
Pada hari Jum’ar Subuh dua surat yang dibaca adalah surat As Sajdah
dan surat Al Insan
·
Pada shalat Iedain (dua hari raya) selain membaca surat Al A’la dan Al
Ghasiyah, beliau sering juga membaca surat Qaf dan Al Qamar.
·
Dalam qiyamullail, beliau pernah
membaca surat
Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisaa’.
Hal ini seakan memberi teguran kepada kita, betapa
umat ini sangat kurang akrab dengan Al Qur’an. Surat-surat yang dibaca oleh
para imam di masjid atau mushalla terbatas pada surat-surat di juz amma,
sehingga surat lain menjadi asing di telinga kita. Kondisi ini telah berjalan
bertahun-tahun tanpa ada usaha peningkatan.
Wajarlah jika generasi sekarang yang ingin menghafal
Al-Qur’an harus berjuang ekstra keras, karena sang telinga tidak biasa dan
terlatih sebelumnya mendengarkan ayat-ayat panjang.
Metode tarbiyah Rasulullah lebih banyak mengajak
sahabat untuk langsung berinteraksi terhadap ayat-ayat Allah dengan frekuensi
waktu yang cukup lama, dari pada mengajak mereka mendengarkan uraian-uraian
yang panjang bertele-tele.
4.
Menjauhkan mu’min dari aktivitas laghwu (tidak ada nilainya di
sisi Allah)
Kembali kepada Al Qur’an adalah salah satu di antaranya. Dengan selalu
membacanya apalagi menghafalnya, secara otomatis akan mendindingi kita dari
perbuatan laghwu dan membuang-buang waktu. Seorang penghafal Al Qur’an
dituntut untuk memiliki keterikatan yang tinggi dengan Al Qur’an, baik ketika
ia dalam proses menghafal maupun ketika selesai menghafal.
5.
Melestarikan budaya Salafus
Shalih
Mereka
memberikan perhatian dalam menghafal dan memahami Al-Qur’an. Proses
mentahfizhkan anak-anak, mereka lakukan sejak dini. (Imam Syafi’i pd usia 10
th)
1.d.ii. Fadhail (keutamaan) Hifzhul Qur’an
1.
Al-Qu’an menjanjikan kebaikan,
berkah dan kenikmatan bagi penghafalnya
“Sebaik-baik kalian adalah yang
mempelajari dan mengajarkan Al Qur’an.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya
tidak terdapat Al Qur’an bagaikan rumah yang rusak dan yang berpenghuni.” (HR.
Atturmudzi)
2.
Seorang hafizh Al Qur’an adalah
orang yang mendapat Tasyrif nabawi (penghargaan khusus dari Nabi Saw.)
Rasulullah menimbang kepribadian seseorang tergantung kuantitas
hafalan Qur’annya.
Diantaranya
adalah perhatian yang khusus kepada para syuhada Uhud yang hafizh Al Qur’an
Rasul mendahulukan pemakamannya.
“Adalah nabi mengumpulkan diantara dua orang syuhada’ Uhud kemudian
beliau bersabda, “Manakah diantara keduanya yang lebih banyak hafal Al Qur’an,
ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di
liang lahat.” (HR. Bukhari)
Pada kesempatan
lain Nabi SAW., memberikan amanat pada para hafizh dengan mengangkatnya sebagai
pemimpin delegasi.
“Telah mengutus Rasulullah SAW., sebuah delegasi yang banyak
jumlahnya, kemudian Rasul mengetes hafalan mereka, kemudian satu per satu
disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling
muda usianya, beliau bertanya, “Surat apa yang kau hafal? Ia menjawab, “Aku
hafal surat ini … surat
ini … dan surat
Al Baqarah.” Benarkah kamu hafal surat
Al Baqarah?” Tanya Nabii lagi. Shahabi
menjawab, “Benar.” Nabi bersabda, “Berangkatlah kamu dan kamulah pimpinan
delegasi.” (HR. Atturmudzi dan An Nasa’i)
Kepada hafizh Al Qur’an, Rasul SAW., menetapkan
berhak menjadi imam shalat berjama’ah.
“Yang menjadi imam suatu kaum adalah yang paling banyak
hafalannya.” (HR. Muslim)
3.
Hifzhul Qur’an merupakan ciri orang
yang diberi ilmu (QS> 29:49)
4.
Hafizh Al Qur’an adalah keluarga Allah yang berada di atas bumi
“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga
diantara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul
menjawab, “Para ahli Al Qur’an merekalah keluarga Allah dan pilihan-pilihan-Nya.”
(HR
Ahmad)
5.
Menghormati seorang hafizh Al Qur’an
berarti mengagungkan Allah
“Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah menghormati orang tua
yang muslim, penghafal Al Qur’an yang tidak melampaui batas (di dalam
mengamalkannya dan memahaminya) dan tidak menjauhinya (enggan membaca dan
mengamalkannya) dan Penguasa yang adil.” (HR. Abu Daud)
6.
Al-Qur’an akan menjadi penolong (syafa’at) bagi para penghafal
“Bacalah olehmu Al Qur’an, sesungguhnya
ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya
(penghafalnya).” (HR. Muslim)
“Puasa dan Al Qur’an akan memberi
syafa’at kepada seorang hamba pada hari kiamat, ibadah puasa itu akan berkata,
“Ya Allah aku telah mencegahnya dari syahwat pada siang hari, maka izinkan aku
memberi syafa’at kepadanya.” Dan akan berkata Al Qur’an, “Aku telah mencegahnya
tidur pada malam hari, maka izinkan aku memberinya syafa’at.” (HR. Ahmad)
7.
Hifzhul Qur’an akan meninggikan
derajat manusia di Surga
“Akan dikatakan kepada shahib Al Qur’an, “bacalah dan naiklah serta
tartilkan sebagaimana engkau dulu mentartilkan Al Qur’an di dunia, sesungguhnya
kedudukanmu di akhir ayat yang kau baca.” (HR. Abu Daud dan Turmudzi)
8.
Para penghafal Al Qur’an bersama para Malaikat yang mulia dan taat
“Orang yang membaca Al Qur’an sedangkan
ia mahir bersama para malaikat yang mulia dan taat, dan orang yang membaca Al
Qur’an sedangkan ia terbata-bata dan merasakan kesulitan, ia mendapat dua
pahala.” (Mutafaqun
‘Alaih)
9.
Bagi para penghafal kehormatan berupa tajul karamah (mahkota
kemuliaan)
“Mereka akan dipanggil, “Dimana
orang-orang yang tidak terlena oleh menggembala kambing dari membaca kitabku?
Maka berdirilah mereka dan dipakaikan kepada salah seorang mereka mahkota
kemuliaan, diberikan kepadanya kesuksesan dengan tangan kanan dan kekekalan
dengan tangan kirinya. Jika kedua orang tuanya seorang muslim, maka keduanya
akan diberi pakaian yang lebih bagus dari dunia dan seisinya, kedua orang
tuanya akan mengatakan, “Bagaimana kami bisa mendapatkan ini? “Maka akan
dijawab, “Ini karena anakmu berdua membaca Al Qur’an.” (HR.
Attobarani)
10.
Penghafal Al Qur’an adalah orang yang paling banyak mendapatkan pahala
dari Al Quran
Untuk sampai tingkat hafal terus menerus tanpa ada yang lupa,
seseorang memerlukan pengulangan yang banyak, baik ketika sedang atau selesai
menghafal. Dan begitu sepanjang hayatnya sampai bertemu dengan Allah. Sedangkan
pahala yang dijanjikan Allah adalah dari setiap hurufnya.
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari
kitab Allah, maka mendapat hasanat dan tiap hasanat mempunyai pahala berlipat
sepuluh kali. Saya tidak berkata: Alif lam mim itu satu huruf, tetapi Alif satu
huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf. (Attirmidzi)
1.d.iii. Persiapan dan cara menghafal Al-Qur’an
1.
Merasakan keagungan Al Qur’an dan memiliki ihtimam (perhatian)
terhadap Al Qur’an.
Mental ini sebagai penguat saat anda menghafal. Yakinkan diri bahwa
anda sedang melakukan sesuatu yang sangat agung dan mulia, sesuai dengan
keagungan Al Qur’an itu sendiri dan sanjungan Allah dan Rasul-Nya bagi orang
yang menghafal Al Qur’an. Dengan mental ini anda akan merasakan tidak ada keterpaksaan ketika
melakukan hifzhul Al Qur’an.
2.
Pandai mengatur waktu
Kalau anda adalah calon hafizh Al Qur’an yang berjiwa da’i, tentunya
anda memiliki banyak aktivitas. Namun kesungguhan anda dalam mengatur waktu
insya Allah membuat anda mampu meluangkan waktu untuk hifzhul Al Qur’an. Anda
harus siap untuk bekerja keras di tengah-tengah kesibukan yang selalu mendera.
Kurangi waktu tidur atau waktu bersantai, bahkan bila perlu hiburan anda terdapat
dalam hifzhul Qur’an.
Abdullah bin Mas’ud ra. : “Seyogyanya
bagi seorang penghafal Al Qur’an dapat diketahui pada waktu malamnya, apabila
manusia sedang tidur. (Ia berjaga untuk qiyamul
lail dan tilawah Al Qur’an)”
Al Fudhail bin ‘Iyadh ra. : “Penghafal Al
Qur’an adalah pembawa panji Islam, tidak pantas baginya bermain-main bersama
orang-orang yang suka bermain, tidak lupa diri bersama orang yang lupa diri,
tidak berkata yang laghwu (tidak ada nilainya) bersama orang-orang yang suka
berkata laghwu. Itu semua perlu dilakukan untuk menjaga keagungan haq Al
Qur’an.”
3.
Tabah menghadapi masyaqat
(kesulitan) menghafal
Perjalanan menuju cita-cita tersebut tidak semudah dan seindah yang
anda bayangkan. Anda perlu bermental baja, tidak lekas futur apalagi
putus asa.
Tabah dan sabar merupakan kunci sukses sebagian manusia untuk mencapai
cita-cita yang sangat berat dilakukan oleh kebanyakan manusia, walaupun
sesungguhnya pekerjaan itu tidak ada nilainya di sisi Allah. Kalau mereka
bersabar dan tabah untuk aktivitas yang tidak ada nilainya, tentunya seorang
penghafal Qur’an harus lebih sabar dari mereka mengingat Al Qur’an menjanjikan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
1.d.iv. Teknik Menghafal
1.
Teknik memahami ayat-ayat yang akan
dihafal
2.
Teknik mengulang-ulang sebelum
menghafal
3.
Teknik mendengarkan sebelum
menghafal
4.
Teknik menulis sebelum menghafal
Teknik apapun yang dilakukan tidak
akan terlepas dari pembacaan yang berulang-ulang sampai anda dapat
mengucapkannya tanpa melihat mushaf sedikitpun.
Teknik-teknik diatas hanyalah langkah
awal yang sering dilakukan para penghafal Al Qur’an ketika memulai menghafal
agar mendapat kemudahan. Sedangkan cara mana yang paling ideal
tergantung dengan selera penghafal itu sendiri. Yang paling
baik adalah yang membuat kita betah dan merasakan kenikmatan ketika menghafal.
1.d.v. Kegiatan Penunjang Menghafal Al-Qur’an
1.
Bergaul dengan orang yang
sedang/sudah hafal Al Qur’an
Suatu saat kondisi futur alias kelesuan ketika menghafal
akan datang. Faktor penyebabnya dapat hadir dari dalam atau dari luar diri.
Dengan bergaul dengan orang-orang yang sedang atau yang sudah hafal
Al Qur’an, akan membantu anda konsisten dalam program menghafal Qur’an. Anda
bertanya, mengapa dia mampu sementara saya tidak? Selain itu mereka juga
berfungsi sebagai pemberi motivasi saat kelesuan menghafal datang menghampiri.
2.
Mendengarkan bacaan hafizh Qur’an
Hal ini sangat berpengaruh pada anda untuk tetap bersemangat dalam
menghafal Al-Qur’an. Perhatikan bacaan sang hafizh, sejauh mana ia menerapkan
hukum-hukum tilawah dengan baik, ghunnah-ghunnahnya, panjang pendeknya, dan
lain sebagainya. Perhatikan irama bacaan yang dikumandangkan, bagaimanapun
masalah irama sangat berpengaruh untuk menghasilkan tilawah dapat yang menarik
orang lain agar tertarik dengan Al Qur’an. Irama yang bagus yang
dikumandangkan oleh seorang pembaca yang ikhlas dan taqwa kepada Allah SWT.,
akan mempunyai dampak yang sangat besar bagi para pendengarnya. Kemampuan
menguasai suatu irama dapat anda capai setelah anda mendengarnya berpuluh-puluh
kali. Perhatikan juga kekhusyu’an sang hafizh dalam membacakan ayat-ayat Allah,
ketika merasakan sedih, usahakan anda juga merasakan kesedihan yang sama,
karena hal ini akan membekas saat anda membaca ayat yang telah didengar tadi.
Perhatian anda yang besar untuk melakukan hal ini sangat membantu tercapainya
kesuksesan menghafal Al Qur’an.
3.
Mengulang hafalan bersama orang lain
Ketika anda tidak lancar dalam membaca hafalan, sementara teman
anda lancar, anda akan segera mengetahui kualitas bacaan anda selama ini, atau
bahkan terjadi sebaliknya anda akan lebih bersemangat lagi untuk melanjutkan
program tahfizh ini.
4.
Selalu membacanya dalam shalat
Membaca Al Qur’an pada waktu shalat, suasananya lain dibandingkan
dengan ketika anda membacanya di luar shalat. Suasananya lebih menuntut keseriusan
dan konsentrasi penuh, terutama ketika anda menjadi imam suatu shalat
berjama’ah. Membaca hafalan dalam shalat, merupakan tujuan hifzhul Qur’an itu
sendiri.
1.d.vi. Problematika Menghafal Al-Qur’an
1.
Cinta dunia dan selalu sibuk dengannya
Orang yang terlalu asyik dengan kesibukan dunia, biasanya tidak akan
siap untuk berkorban, baik waktu maupun tenaga, untuk mendalami Al Qur’an.
Semakin sibuk dengan dunia, anda akan semakin penasaran untuk meraihnya lebih
banyak lagi. Dan sebaliknya, semakin lama bersama Al Qur’an, anda akan semakin
merasakan kenikmatan yang sulit digambarkan.
2.
Tidak dapat merasakan kenikmatan Al Qur’an
Besar kecilnya kenikmatan membaca Al Qur’an sangat tergantung kepada
kualitas keimanan dan ketaqwaan pembacanya kepada Allah SWT.
Orang yang tidak beriman kepada Allah, mereka tidak akan merasakan
nikmatnya ayat-ayat Allah SWT., jangankan disuruh membaca, mendengarkannya saja
tidak akan mau, bahkan mereka bersikap kecut serta menjauhkan diri. (QS. 17:45, 46)
3.
Hati yang kotor dan terlalu banyak
maksiat
Menghafal Al Qur’an tidak mungkin dilakukan oleh orang yang berhati
kotor. Rasulullah SAW., menjelaskan bahwa maksiat dan dosa sangat mempengaruhi
hati manusia sehingga tercemar.
Jika hati sudah kotor, maka cahay kebenaran iman, Al Qur’an dan hidayah
tidak mampu menembus kegelapan hati. Demikian pula, kekufuran dan maksiat yang
telah mendarah daging, tidak lagi mampu keluar dari sarangnya.
Imam Ad Dhahak mengatakan : “Tidaklah seseorang itu mempelajari Al
Qur’an kemudian ia lupa, kecuali disebabkan oleh dosa yang telah diperbuatnya.”
Agar hati tetap bersih dan suci (saliim), sangat perlu bagi
penghafal Al Qur’an untuk memperbanyak amal-amal shalih dan istighfar kepada
Allah. Selain itu, banyak-banyaklah berdo’a kepada Allah SWT.
4.
Tidak sabar, malas dan berputus asa
Kerja keras dan kesabaran sesungguhnya telah menjadi karakteristik Al
Qur’an itu sendiri. Isi Al Qur’an mengajak anda untuk menjadi orang yang aktif
dalam hidup di dunia ini.
Karena itu sebelum menghafal anda harus meyakini benar-benar tujuan
dan fadhilah menghafal. Apalagi jika anda seorang da’iyah, ini amat berpengaruh
terhadap perkembangan dakwah.
5.
Niat yang tidak ikhlas
6.
Lupa
Seharusnya anda tidak menjadikan masalah ini masalah besar, yang
penting bagi anda adalah ber-istiqamah. Suatu saat anda akan merasakan
bahwa setelah anda hafal beberapa ayat/surat anda akan lupa, kemudian diulang
lagi. Suatu saat, anda pun akan merasakan bahwa
frekuensi lupa akan berkurang. Untuk sampai pada kondisi ini memerlukan proses,
waktu dan istiqomah.
Lupa dalam menghafal dapat dibagi menjadi lupa manusiawi atau alami
dan lupa karena keteledoran. Lupa yang alami adalah lupa yang biasa
dialami ketika hafalannya berproses sampai menjadi hafalan. Sedangkan lupa
karena keteledoran bersumber dari penghafal sendiri. Pada hakikatnya tidak akan
terjadi lupa, kecuali karena tidak mau membaca lagi hafalannya, sesuai dengan
frekuensi bacaannya.
7.
Pengulangan yang sedikit
Terkadang ketika menghafalkan, anda merasa kesusahan dalam merekam
ayat-ayat yang sedang dihafal. Sebenarnya, hal itu merupakan masalah yang
sangat kecil. Ketahuilah bahwa frekuensi waktu dan pengulangan ayat-ayat yang
anda lakukan masih sangat sedikit.
8.
Tidak ada Muwajjih
(pembimbing)
Muwajjih dalam dunia hifzhul Qur’an keberadaannya akan selalu memberi semangat
kepada anda. Penghafal yang tanpa pembimbing dapat dipastikan banyak jatuh
kesalahan dalam menghafal, dan biasanya kalau sudah salah akan susah
diluruskan.
1.d.vii. Adab bagi Penghafal Al-Qur’an
Agar Al Qur’an ini mewarnai kehidupan anda, dan tidak mencelakakan
anda pada hari kiamat, ikutilah beberapa adab bagi hafizh Al Qur’an berikut ini
:
1.
Selalu menjaga keikhlasan karena Allah dan menjaga diri dari riya’
2.
Menjaga diri dari laghwu dan selalu bersegera melakukan
ketaatan kepada Allah
3.
Tawadhu’, jangan merasa dirinya
lebih baik dari orang lain
“Diantara kalian nanti akan muncul sekelompok orang yang memandang
rendah shalat kalian bersama shalat mereka, puasa kalian bersama puasa mereka,
dan amal kalian bersama amal mereka. Mereka membaca Al Qur’an tetapi Al Qur’an
itu tidak sampai melewati tenggorokan mereka, mereka keluar dari Islam, seperti
keluarnya anak panah dari busurnya.” (HR. Bukhari)
4.
Berhati-hati dari tergelincir kepada
maksiat
5.
Banyak berdo’a kepada Allah agar Al Qur’an menuntunnya ke Jannah
Mengingat sangat
mungkin justru Al Qur’an itu akan mengantarkan kita ke neraka
“Al Qur’an itu merupakan buki menguntungkan kamu (sehingga
mengawalmu ke surga) atau bukti yang mencelakakan kamu (sehingga menyeretmu ke
neraka).” (HR. Muslim, Ahmad dan Abu Majah)
6.
Selalu bersama Al Qur’an sampai dia menghadap Allah
Sehingga hafalannya terjaga dari lupa. Dikhawatirkan orang yang
melupakan Al Qur’an termasuk orang yang berpaling dari Al Qur’an. (QS. 20:124)
Maraji’
Imam Nawawi, Tarjamah Riadhus Shalihin II
Sa’id Hawwa, Tazkiyatun Nafs
Muhammad Abdul Halim Mahmud, Karakteristik dan Perilaku Tarbiyah
Abdul Aziz Abdul Rauf, Al Hafizh (Kiat Hafidz Qur’an Da’iyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar